Setelah memegang dayung, dua dari tiga pulau terlampaui. Ungkapan ini tepat untuk menggambarkan kondisi keberadaan pembangkit listrik tenaga air mikro (PLTMH) di dusun terpencil Balantieng, Desa Bonto Targnga, Kecamatan Sinjai Borong, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan.
Penggambaran pepatah tersebut, karena warga dusun sudah bisa menikmati penerangan listrik, sekaligus mendukung pengadaan green energy dari renewable energy (EBT). Hal ini akan membantu pemerintah mengurangi emisi gas rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen pada tahun 2030, termasuk upaya untuk mencapai tingkat elektrifikasi sebesar 99,9 persen pada akhir tahun 2021.
Dusun Balantieng yang berbatasan dengan Kabupaten tetangga Bulukumba berjarak sekitar tiga jam perjalanan dari ibu kota Kabupaten Sinjai. Sedangkan dari Makassar ke Kabupaten Sinjai melalui Kabupaten Bulukumba jaraknya sekitar 220 kilometer. Dari Kota Sinjai hingga Desa Bonto Targnga, jalannya masih beraspal dan sebagian beton, sehingga memudahkan pendistribusian barang dan orang dengan kendaraan roda dua dan empat.
Namun, perjalanan dari desa Bonto Tendnga ke Dusun Balantieng, salah satu dari empat dusun yang dinaungi oleh Desa Bonto Tendnga, akses jalannya terjal dengan bebatuan dan harus melewati tebing yang tinggi. Sedangkan di sisi lain terdapat perbukitan dan pegunungan yang sebagian ditumbuhi tanaman kopi dan tembakau.
Dua jenis tumbuhan yang mendominasi mata saat menuju dusun balantieng dihuni 80 KK yang sebagian besar berprofesi sebagai petani.
Warga Dusun Balantieng yang sebagian besar tinggal dari kebun, selama 72 tahun malam hari gelap gulita dan tidak ada kegiatan yang menunjang perekonomian atau pendidikan Anak-anak Dusun Balantieng.
Tak heran, jika sebagian besar warga Dusun Balantieng hanya mencicipi Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Pertama. Jika Anda ingin melanjutkan pendidikan tinggi, Anda harus pergi ke kabupaten tersebut dan tinggal bersama keluarga atau kerabat Anda di sana.
Namun, ketika pada tahun 2015 tim Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Sinjai mulai melakukan pendataan dan studi kelayakan untuk memastikan kelayakan perangkat New Renewable Energy (EBT) yang sedang dibangun di Dusun Balantieng, secercah harapan bagi warga desa mulai tercurah.
Hasilnya, survei menyatakan bahwa Sungai Balantieng memiliki debit air yang mendukung pengadaan pembangkit listrik tenaga air mikro (PLTMH). Hal tersebut kemudian dilaporkan ke Kementerian ESDM dan pada tahun 2016 dibangun pembangkit listrik setelah melalui proses pembahasan desa dan pemberian hibah tanah untuk PLTMH Balantieng.
Kepala desa Bonto Targnga Kaswan Mahmud mengatakan pembangunan PLTMH tersebut dilakukan pada tahun 2016 dan mulai beroperasi pada awal tahun 2017 untuk memasok listrik ke rumah-rumah 40 KK di Dusun Balantieng pada tahap awal.
Seluruh anggaran PLTMH ditanggung oleh Kementerian ESDM, termasuk penarikan kabel ke rumah warga. Berdasarkan hasil kesepakatan bersama antara warga dengan pengelola dan penanggung jawab PLTMH, untuk pemasangan baru dikenakan biaya sebesar Rp250 ribu dan biaya bulanan sebesar Rp30 ribu per rumah tangga.
Menurut Kaswan, pelayanan tenaga listriknya setara dengan pelayanan kelistrikan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebesar 900 watt per rumah tangga, namun iuran dari PLTMH jauh lebih murah.
Kini, warga Dusun Balantieng dan warga desa tetangga yaitu desa Batu Belurang juga bisa menikmati penerangan dan penunjang kebutuhan rumah tangga. Termasuk untuk membantu kegiatan ekonomi seperti pertukangan yang sudah menggunakan alat-alat listrik dan mengiris daun tembakau sebelum dijemur.
Selain itu, untuk kegiatan belajar anak-anak di dusun tersebut juga sangat memadai seperti yang disampaikan Kuraida bahwa dalam empat tahun terakhir ia sudah bisa belajar bersama adiknya di malam hari.
Termasuk mendapatkan informasi pendukung dari ponsel, karena baterai perangkat mudah dialiri listrik. Sebelum ada PLTMH berkapasitas 45 Kilo watt (KW), warga harus pergi ke desa untuk mengisi daya baterai perangkatnya.
Mencermati kondisi tersebut, Wakil Bupati Sinjai Hj Andi Kartini Ottong mengatakan, terjadi perubahan yang sangat besar pada salah satu dari 30 dusun terpencil di Kabupaten Sinjai.
Dia mengatakan peningkatan taraf ekonomi dan pendidikan warga sangat pesat. Dengan sarana penerangan yang dimiliki dari energi listrik yang ramah lingkungan atau ramah lingkungan, warga dapat memperoleh informasi dari siaran televisi atau perangkat yang dimiliki.
Penghuni juga bisa memiliki lemari es, sehingga kebutuhan konsumsi keluarga bisa lebih awet. Sementara sebagian warga dapat memanfaatkannya untuk menambah penghasilan dengan menjual es batu atau bahan-bahan untuk industri rumahan
Peran Operator
Fasilitas kelistrikan dari PLTMH Balantieng yang dalam perkembangannya kini dapat dinikmati oleh 68 KK, tidak lepas dari peran Saudara Muhammad Nur dan Sudirman.
Bergantian, Nur dan Sudirman mengecek aktivitas turbin dan saluran air yang masuk ke PLTMH agar tidak terganggu oleh dedaunan dan ranting di sekitar Rumah PLTMH.
Sementara tiga orang lainnya yang juga warga dusun setempat, membantu mengawal kelancaran aliran Sungai Balantieng ke hulu sebelum masuk ke Rumah PLTMH.
Menurut kepala Dusun Balantieng, Basri sekaligus ketua tim operasional PLTMH, dua operator yang mengabdikan diri membantu warga menikmati listrik 24 jam sehari itu sudah tidak diragukan lagi.
Meski dengan upah yang sangat minim sekitar Rp100 ribu-Rp200 ribu per bulan, Nur dan Sudirman tidak pernah merasa bosan menjalankan perannya. Upah yang diperoleh berasal dari iuran bulanan dari nasabah yang telah disisihkan dari biaya perawatan dan simpanan untuk pembiayaan yang tidak terduga, jika tiba-tiba terjadi kerusakan pada perangkat MHP.
Hal ini diakui Sudirman. Pria bersahaja lulusan SMP ini, satu hingga dua kali seminggu menyediakan pelumas untuk perangkat turbin, termasuk perawatan lainnya agar listrik yang digunakan warga tidak terganggu.
Dalam kondisi normal, Sudirman dan Nur rutin memantau dan merawat perangkat MHP. Namun dalam kondisi hujan lebat dan kondisi cuaca buruk di musim hujan, extra harus memainkan perannya. Bahkan harus tinggal di rumah PLTMH membumi plastik tikar mabuk.
Sudirman mengatakan tantangan terberat adalah saat musim hujan dengan cuaca ekstrim, karena harus menuruni lembah terjal dengan jalan berbatu yang rawan longsor. Selain itu juga harus dipastikan air yang mengalir ke turbin bebas dari limbah yang terbawa arus dari Sungai Balantieng.
Meski harus basah kuyup dan menahan suhu udara pegunungan yang bisa mencapai di bawah 20 derajat Celcius, Sudirman dan Nur tetap menjalankan tanggung jawabnya agar listrik tetap menyala di desanya.
Baca juga: YLKI anjurkan pemerintah buat listrik EBT lebih murah
Melestarikan alam
Dalam upaya menjaga kelestarian sumber air untuk PLTMH melalui Sungai Balantieng, warga desa setempat dan warga di kabupaten tetangga khususnya di kawasan hutan adat ammatoa Kajang terus menjaga hutan dan lingkungannya.
Menurut kepala Dusun Balantieng, Basri, Sungai Balantieng yang menjadi batas antara Kabupaten Sinjai dan Kabupaten Bulukumba, debit air tetap terjaga meski dalam kondisi kering.
Hal ini dikarenakan lingkungan sekitar dan hutan masih cukup terjaga. Salah satu aturan yang ditetapkan oleh otoritas adat Ammatoa Kajang adalah tidak diperbolehkan menebang pohon.
Aturan dan sanksi masyarakat Adat ammatoa, Kajang di Bulukumba sangat tegas terkait Larangan menebang pohon yang terkait dengan “Passang Ri Kajang” (nasehat leluhur Kajang).
Meski aturan tersebut berlaku untuk masyarakat adat Kajang, namun sudah menjadi kesepakatan bagi warga sekitar, termasuk warga Dusun Balantieng yang hanya dipisahkan oleh Sungai Balantieng. Tak heran jika Sungai Balantieng selain menjadi sumber pembangkit listrik ramah lingkungan, air tersebut juga menjadi sumber air baku PDAM Tirta di Kabupaten Sinjai.
Sumber air baku Balantieng telah dinikmati masyarakat Sinjai di enam kecamatan yaitu Sinjai Borong, Sinjai Tellulimpoe, Sinjai Selatan, Sinjai Tengah, Sinjai Timur dan Sinjai Utara yang merupakan ibu kota Kabupaten Sinjai.
Sungai Balantieng dengan postur kerikil dan pasirnya, membuat air sungai tetap terjaga bersih dan jernih. Mata air yang tersebar di sepanjang sungai dan penghematan air di akar-akar pohon menjadi sumber air yang melimpah bagi masyarakat Sinjai.
Potensi Sumber Daya Air di Sulsel sendiri tercatat untuk mendukung pengadaan fasilitas EBT di lapangan.
Hal tersebut disampaikan Kasubdit supervisi Pembangunan Infrastruktur EBTKE, Kementerian ESDM Mustaba Ari Suryoko menanggapi potensi EBT di Indonesia bagian timur, khususnya Sulawesi Selatan.
Sementara itu, EBT tercatat sebagai penyumbang penurunan emisi karbondioksida tertinggi yaitu 34,29 juta ton CO2 pada tahun 2020 dibandingkan dengan tindakan mitigasi lainnya untuk mengurangi penyebab efek rumah kaca.
Potensi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Sulsel berdasarkan data ESDM Sulsel cukup besar dan mampu menghasilkan tenaga hingga 2.946, 8 megawatt (MW).
Jumlah PLTMH di Sulsel yang didanai dari APBD dan DAK sejak 2011 – 2019 sebanyak 26 unit dengan total 3.824 rumah tangga penerima listrik dan akan terus bertambah.